PDM Kota Salatiga - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM Kota Salatiga
.: Home > Sejarah

Homepage

Sejarah

Konon kabarnya Muhammadiyah berdiri di Salatiga  tahun 30-an. Namun yang pasti Muhammadiyah sudah ada di Salatiga sebelum ke-merdekaan RI, yang ditandai dengan adanya sekolah HIS Muhammadiyah yang kini berubah menjadi SD Muhammadiyah Plus Salatiga.

            Mengingat tidak adanya dokumen tertulis atau foto-foto yang berkaitan dengan perkembangan Muhammadiyah Salatiga sebelum keme-rdekaan  bahkan sampai  era Orde Lama, maka tulisan ini difokuskan pada perkembangan Muhammadiyah sejak tahun 70-an, sejak penulis berdomisili di Salatiga dan mengalami langsung dinamika Muhammadiyah  Salatiga. Adapun perkem-bangan Muhammadiyah sebelum itu hanya diungkapkan selayang pandang dengan menggunakan sumber lisan dari para tokoh tua Muhammadiyah yang semasa hidupnya sempat penulis temui.  

            Sebagai sebuah tulisan sejarah, sistematika tulisan ini disajikan dengan menggunakan periodisasi  tiga periode, yaitu periode  sebelum kemerdekaan, pasca kemerdekaan sampai era Orde Lama, dan periode era Orde Baru sampai era Reformasi.

     

B. Periode Sebelum Kemerdekaan.

Secara persis tahun berdirinya Muhammadiyah di Salatiga tidak diketemukan data otentik. Akan tetapi berdasarkan penuturan para tokoh tua yang kini kebanyakan sudah almarhum, Muhammadiyah Salatiga berdiri pada tahun 30-an. Hal ini dikuatkan de-ngan berdirinya amal usaha Muhammadiyah  yaitu HIS Muhammadiyah tahun 1932 yang boleh dika-takan monumentalnya amal usaha Muhammadiyah karena  merupakan cikal bakal (starting point) perkembangan lembaga pendidikan bahkan kiprah Mu-hammadiyah di Salatiga masa-masa berikutnya.

Keberadaan HIS Muhammadiyah yang bangunannya  didiri-kan di atas tanah wakaf almarhum Bpk. Tirtohusodo (Sekarang di Jl. Adisucipto 13 Salatiga)  saat itu sangat strategis dalam rangka kaderisasi dan dakwah Muhammadiyah karena ia berada di tengah -tengah masyarakat Salatiga yang kental dengan nuansa Kristen. Hal ini nampak jelas dari tata-kota di mana tidak ada masjid di se-kitar alun-alun kota dan banyak lembaga-lembaga Kristen di tem-pat-tempat strategis. Demikian pula tidak ada lembaga pendidikan Islam kecuali pondok-pondok psantren kecil/tra-disional di pinggiran kota. Untuk menjaga kualitas pendidikannya, HIS Muhammadiyah Salatiga pada saat itu merasa perlu mengangkat direk-turnya yang berbobot yang diambilkan  tokoh Muhammadiyah dari Yog-yakarta yaitu R. Muh Djamil. Kalau waktu itu di antara siswanya ada yang beragama Kristen, maka kemungkinan  sekolah tersebut dianggap ber-mutu oleh masyarakat Kristen, atau mungkin biayanya lebih murah di-bandingkan dengan sekolah-sekolah Kristen dan sekolah Gubernemen (pemerintah). Terlepas dari dugaan semacam itu, yang jelas sekolah tersebut telah menghasilkan kader Muhammadiyah, di antaranya Bpk. Mayor  (Purnawirawan) Karnoto BA (Jambu).

            Tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah tercatat antara lain: H. As-nawi, H. Abdul Muin, Kiyai Irsyam, Kiyai Hasyim, K.H. Dachlan (suruh), K.H. Mansyur (Ambarawa), H. Qulyubi, H. Syamsul Hadi (Suruh), H. Suwiryo,  dan Suryani. Semuanya sudah almarhum.

Aktivitas Muhammadiyah pada awal berdirinya sampai awal kemerde-kaan antara lain:

-          Mendirikan dan mengelola Pendidikan formal yakni HIS seperti dikemukakan  di atas.

-          Pengajian  dari rumah ke rumah.

-          Shalat Id pertama kali dilaksanakan di Lapangan Kridanggo yang hanya diikuti 11 orang , pada tahun 1933.

-          Mengikuti Konggres Muhammadiyah  pada tahun 1935

-          Mendirikan Mushalla Muhammadiyah di Pungkursari 1947  di atas tanah wakaf Bpk. Kiyai Irsyam sebagai pusat pengajian.

-          Mendirikan Pandu HW tahun 1949.

 

  1. Pasca Kemerdekaan sampai era Orde Lama.

 

      Tokoh-tokoh Muhammadiyah yang meneruskan perjuangan generasi sebelumnya antara lain: H. Azinar Ismail, H. Sugiyo, H. Mudoko, H. Shaleh Sudimin, K.H. Mahasin, Mukri, Djaelani, H. Asrori Arif, H. Sofwan Ahmadi BA, H.M. Bilal, Mahrus Anwar BA, Heru Pramono BA, dan Sukarman BA H. Sholehun, Nur Hamidi.  Di antara mereka yang pernah menjabat sebagai ketua PDM Salatiga (waktu itu masih menjadi satu PDM Kab. Semarang dan Salatiga) yaitu: H. Mudoko, H. Azinar Ismail (asal Padang Sumatera Barat), H. Sholeh Sudimin, BA.

   

      Aktivitas Muhammadiyah  masih meneruskan amal usaha sebe-lumnya  yaitu pengajian dan mengelola SR (sekolah Rakyat) atau SD Muhammadiyah yang semula HIS Muhammadiyah.

 

Amal usaha lainnya adalah mendirikan Panti Asuhan Muhammadiyah ( 1950 ) di Jl. Pahlawan yang didanai oleh keluarga Sangidu, seorang pengusaha batik dari Surakarta. Panti tersebut dipimpin oleh Bapak Suryani. Sekarang panti tersebut sudah tidak ada.  

Lembaga pendidikan relatif tidak banyak berkembang, kecuali pen-dirian TK Aisiyah I  dan pemanfaatan SD Muhammadiyah untuk Mad-rasah Diniyah Sore hari.

  

 

D. Era Orde Baru sampai era Reformasi.

 

      Kalau pada tahun 1965 merupakan akhir era Orde Lama maka antara tahun 1966 sampai 1970 boleh dikatakan masa transisi memsuki era Orde baru. Pada masa transisi ini tidak banyak yang berubah dalam kiprah Muhammadiyah, kecuali di tandai dengan beberapa kegiatan, antara lain: lahirnya KOKAM sebagai wujud se-mangat militerisasi kepemudaan, dan ber-dirinya pemancar radio a-matir sebagai sarana dakwah, yang menggunakan nama PTDI yang bertempat di rumah Bpk. H. Asrori Arif.

      Setelah memasuki era Orde Baru , tepatnya mulai tahun 1971 berdatangan tokoh-tokoh  muda Muhammadiyah berpendidikan aka-demis (umumnya dari Yogyakarta). Sejalan dengan semangat pem-bangunan dan pembaharuan era tersebut, Muhammadiyah Salatiga mulai menggeliat untuk mengem-bangkan amal usahanya. Semangat yang dibangun saat itu dimulai dengan konsolidasi kepemimpinan Muhammadiyah.

      Mengapa harus konsolidasi, karena sebelum itu ada fenomena munculnya friksi di kalangan tokoh Muhammadiyah, antara lain ada kelompok yang cenderung mengikuti paham Inkarus Sunnah, ada yang dianggap dekat-dekat dengan klenik, dan ada yang menganggap dirinya paling murni bermuhammadiyah.  Akhirnya konsolidasi dapat terwujud berkat ada-nya tantangan yang harus dihadapi bersama yaitu peringatan Pemerintah Daerah kepada Muhammadiyah yang akan menarik kembali pemberian sebidang tanah seluas 1500 M2 di Jl. Cempaka Salatiga manakala Muhammadiyah tidak dapat memanfaatkannya”.  

 

      Menghadapi tantangan tersebut para pimpinan Muham-madiyah berkumpul dan menyatukan sikap dan langkah dengan meninggalkan prasangka buruk terhadap kelompok yang di-anggap berbeda paham dan akan berhidmat sepenuhnya pada Muhammadiyah sesuai dengan khittahnya. Selanjutnya ber-sama-sama mencari solusi untuk menga-tasi tantangan tersebut.  Alhamdulillah  tanah tersebut dapat disela-matkan  yang dikemudian hari dapat dibangun di atasnya gedung se-kolah Muhammadiyah. (SMP Muhammadiyah).

      Tokoh-tokoh muda Muhammadiyah yang datang dari luar Salatiga antara lain:  Achmadi(Yogyakarta), Hadits (Batam), Sucipto DS (Klaten/almarhum), Masyhuri (Klaten), M. Syatibi (Solo), Ahmad Muhdi (Klaten), H. M. Bilal (Klaten), H. Sardjito (Boyolali), dll. Mereka bersinergi  dengan tokoh-tokoh tua dan tokoh-tokoh muda dari Salatiga seperti Djumadi,  Machrus Anwar, Imam Sumarno, M.Bilal,  HM. Tohari, Muhadi, Muinun, Suhudi, M. Syafi’i, dll. , bersama-sa-ma mengembangkan Muhammadiyah Salatiga. Diantaranya yang per-nah menjabat sebagai Ketua PDM adalah H. Djumadi, BA dan H. Achmadi.

      Setelah itu disusul generasi muda berikutnya yaitu H. M.Zulfa Ma-hasin, Ali Muhson, H. M. Zuhri, Badwan, H. Usman Haryono, M. Thoha, Imam Sutomo, dll..

      Diantara tokoh-tokoh tersebut yang menjadi ketua PDM Salatiga selama era Orde Baru sampai era reformasi  adalah: : Achmadi, M. Zulfa, dan Badwan sampai sekarang.

   Peristiwa penting yang perlu dicatat adalah pemisahan kepe-mimpinan Muhammadiyah, yang semula satu pimpinan daerah yaitu PDM Kab Semarang dan Kodya Salatiga menjadi PDM Salatiga pada tahun 1995,  yang terdiri dari empat cabang ( PCM Sidomukti, PCM Argomulyo, PCM. Sidorejo, dan PCM Tingkir). Sedangkan PDM Kab. Semarang berdiri sendiri. Pemisahan ini sebagai konsekuensi logis pemekaran wilayah kota Salatiga menjadi empat kecamatan tersebut.


Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website